Minggu, 04 Juli 2010

Di Tengah Gerimis

Assalamu alaikum..
Ukhti fillah..
Dalam meniti jalan dakwah ini, teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu..
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu..
Terusalah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu..
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menghadapimu..
Tetapla berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu..
Dan tetaplah istiqamah di jalan dakwah ini hingga kesyahidan itu menghampirimu !!
Hasbunallah wa ni'mal wakil :D

Kertas itu telah lusuh, pertanda bahwa kertas itu telah dibaca berkali-kali oleh pemiliknya. Aisyah Azzahra, pemilik kertas itu, bahkan telah menghapal isinya di luar kepala. Tulisan itulah yang mampu menyemangatinya tiap kali ia merasa bosan menjalani hidupnya.

Aisyah menatap pemandangan di depannya dengan tatapan menerawang. Tampak hamparan padang ilalang dengan latar belakang senja yang memenuhi padang tersebut dengan warna jingga keemasan.

Aisyah menghela nafas berkali-kali. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa waktu silam.


***


Aisyah masih menatap benda di depannya dengan tatapan takjub. "Jadi..Ini yang dikatakan Jilbab?" tunjuknya pada sebuah pakaian yang disodorkan padanya. Ia terus saja menatap pakaian itu dengan tatapan tidak percaya. Menurut pandangannya, pakaian itu lebih pantas dijadikan pakaian ibu hamil ketimbang jadi pakaian takwa.

Lain halnya dengan Aisyah, Alyssa tampak tersenyum lebar dan lebih mengangsurkan pakaian itu pada Aisyah. Ia mengangguk-angguk penuh semangat. "Iya. Inilah yang disebut Jilbab. Baju kurung longgar yang menutupi seluruh tubuh. Ayo, cobalah!" katanya bersemangat.

Aisyah tetap bergeming. Ia belum menyentuh pakaian itu sedikit pun. "Ayolah! Kau bilang ingin memperdalam Islam dan lebih mempelajarinya secara kaffah. Kau sudah tau kan hukum mengenakan Jilbab?" kata Alyssa lagi, masih dengan senyum lebarnya.

Aisyah menatapnya sejenak, kemudian ikut tersenyum. Ia segera mengambil pakaian itu dan mengenakannya.

Mata Alyssa berbinar saat melihat Aisyah mengenakan Jilbab pemberiannya. "Subhanallah..Uhkti tampak lebih anggun. Sumfeh, ana zuzur!"

Aisyah tertawa kecil mendengar perkataan sahabatnya itu. Ya, hanya Alyssa yang mampu membuat pendiriannya teguh lagi, yang mampu kembali meyakinkan hatinya pada Islam.

Alyssa, sosok yang sangat ceria dan menjalani hari-harinya dengan penuh semangat juang. Ia tampak tidak pernah terlihat down dibawah tekanan dari orang tua dan teman-temannya. Alyssa seringkali mendapat ejekan ataupun cibiran dari orang-orang hanya karena pakaian yang ia kenakan dan pemahamannya yang kadang-bahkan selalu-bertentangan dengan pemahaman orang-orang di sekitarnya. Itulah yang membuat Aisyah mengagumi sosok tersebut. Sehingga ia tertarik untuk mempelajari islam secara lebih mendalam.

Jika melihat kedua sahabat ini, maka hal pertama yang terlintas adalah bahwa mereka sangat berbeda. Alyssa, seorang muslimah yang senantiasa menebar senyum dan membawa aura positif pada orang-orang di sekitarnya. Hal yang sangat bertolak belakang dengan sosok Aisyah, yang notabene tergolong salah satu dari orang-orang terjutek di kampus itu. Tatapan sinis dan ekspresi cemberut tidak pernah lepas dari wajahnya. Tapi sejak ia kenal dan dekat dengan Alyssa, ia bisa mengurangi sedikit demi sedikit sifat arogantnya itu.
Ya, itu semua berkat Alyssa.


***


"Cha, tunggu!" panggil Alyssa pada Aisyah. Aisyah menoleh, ia melihat Alyssa tampak berlari-lari kecil ke arahnya.

"Hhh.. Cepet banget sih jalannya," kata Alyssa terengah.

Aisyah hanya tersenyum tipis dan segera berjalan kembali dengan Alyssa disisinya. "Cha, kamu udah ngomong sama kak Rasyidah?" tanya Alyssa.

"Udah. Katanya aku bisa mulai ngaji sama dia besok."

"Oh.." Alyssa manggut-manggut. "Kamu pulang naik apa, Cha?" tanya Alyssa lagi.

Belum sempat Aisyah menjawab, seseorang mengehentikan langkah mereka berdua. Aisyah mendongak, menatap seorang cowok berperawakan tinggi dan tegap. Seketika itu juga ia merasa jantungnya berhenti berdetak.

Riko tengah berdiri di depannya. Seorang atlet yang mempunyai sejuta pesona. Ia juga mempunya wajah yang-ehem-tampan. Ditambah lagi dengan segudang prestasi yang telah diukirnya. Mungkin pandangan orang-orang pada sistem kapitalisme seperti ini, Riko termasuk cowok perfect yang diidamkan oleh banyak wanita.

Harus Aisyah akui, ia memang tertarik pada Riko. Bahkan sampai sekarang. Tapi ia sadar, laki-laki seperti Riko bukanlah orang yang patut untuk dikagumi. Sebab ia bukanlah seorang ikhwan yang rutinitas sehari-harinya adalah ngaji dan berdakwah.

"Cha, boleh aku ngomng sebentar?" tanya Riko.

Aisyah tidak berani menatapnya sedikit pun. Ia tampak lebih tertarik dengan ujung sepatunya. "Ngomong aja," jawabnya agak ketus.

"Maksudku..Berdua," kata Riko pelan sambil melirik Alyssa yang berdiri di samping Aisyah.

Aisyah mendongak. Menatap Riko sekilas dan berkata dingin,"Kita gak boleh menyepi berdua. Kalau mau ngomong, ngomong aja. Alyssa tetap disini."

Riko menghela nafas. "Baiklah..aku cuma mau bilang.." Riko menggantungkan kalimatnya.

"Maaf, tapi kalo tidak terlalu penting, lebih baik tidak usah dibicarakan," kata Aisyah tidak sabar.

"Aku suka sama kamu." Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Riko. Aisyah ternganga sesaat. Ia memandang Riko dengan tatapan tidak percaya, lalu cepat-cepat kembali mengalihkan pandangannya. "Itu saja. Aku tidak memerlukan jawabanmu," ucap Riko lirih.

"Ya, karena kau sudah tau apa jawabanku," kata Aisyah cepat dan segera meninggalkan Riko. Alyssa berlari-lari kecil mengikuti langkah Aisyah. "Sa, kamu aku anterin pulang," kata Aisyah tanpa menoleh pada Alyssa.

Alyssa hanya mengangguk dan mengikuti Aisyah masuk ke mobilnya. "Cha, kamu nggak papa kan?" tanya Alyssa hati-hati. Ia tau bagaimana perasaan Aisyah pada Riko.

Aisyah tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis sambil menggelng lemah. Sebelum turun dari mobil Aisyah, Alyssa masih sempat berbicara pada Aisyah. "Cha, gak usah terlalu dipikirin ya! Kamu tau kan efek dari gharizah ini? Hanya akan menimbulkan kegelisahan. Bentar doang kok. Semangat ya!" katanya tersenyum menyemangati.

Lagi-lagi Aisyah hanya tersenyum tipis. Setelah Alyssa turun, ia segera memacu mobilnya menuju rumahnya. Aisyah merebahkan tubuhnya diatas kasur begitu ia tiba di rumah. Ia masih memikirkan kejadian tadi, kemudian menggelengkan kepalanya untuk menghapus bayangan kejadian itu.

Jujur, hatinya sakit. Tapi ia tau, ia seharusnya tidak boleh seperti ini. Dibenamkannya wajahnya pada guling. Dan sekarang, ia memilih untuk mengalah pada air mata. 'Ya Allah, aku hanyalah hamba-Mu yang lemah. Istiqamahkan lah hatiku di jalan-Mu' batinnya lirih.

***


Aisyah menghempaskan tubuhnya di sofa. Ia merasa sangat lelah hari ini. Ia baru saja pulang dari pengajian rutin tiap minggu. Ditambah lagi dengan rasa nyut-nyut di kepalanya akibat menangis kemarin. Kadang ia merasa lelah dengan semua ini. Aktivitasnya sebagai pengemban dakwah , ditambah lagi denga tugas-tugas menumpuk yang diberikan dosen tanpa kenal ampun. Ternyata menjadi pengemban dakwah itu bukanlah hal yang mudah.

Aisyah memejamkan matanya, mencoba untuk membiarkan rasa lelahnya menguap perlahan. Ia tidak henti-hentinya beristighfar dalam hatinya.

Drrt...Drrt...

Aisyah bangkit, meraih ponselnya yang bergetar menandakan SMS masuk.

From: Ukhti Alyssa

Ketika wajah penat memikirkan dunia, maka berwudhulah...
Ketika tangan letih menggapai cita-cita, maka bertakbirlah..
Ketika raga sakit karena terlalu keras berusaha, maka berdzikirlah..
Ketika pundak tak kuasa memikul amanah-amanah, maka bersujudlah..
Ikhlaskan semua dan mendekatlah pada-Nya..
Agar tunduk saat yang lain angkuh..
Agar teguh saat yang lain runtuh..
Agar tegar saat yang lain terlempar..
Dalam letih, seorang pejuang pun kan tetap tersenyum karena apa yang ditunaikan menjadi wujud bermaknanya usia kehidupan yang membawa manfaat hingga tiap jerih kan dibalas dengan firdaus-Nya, amin ya rabbal alamin...
Never Give Up for Islam :)


Aisyah tersenyum. Alyssa memang selalu menjadi penyemangat disaat yang tepat, disaat ia merasa lelah dengan kehidupannya yang sekarang.

Aisyah meneliti SMS itu sekali lagi dan tersenyum kembali. Siapa yang tidak akan bersemangat lagi jika dikirimi pesan seperti itu?

Aisyah bangkit, hendak mengambil air wudhu. Ia sudah mempunyai semangat baru sekarang.

***

"Ukhti, bisa temani aku sebentar?" tanya Alyssa suatu ketika.
"Kemana?" tanya Aisyah balik.
"Ke padang ilalang."

Aisyah menoleh. Keningnya berkerut. "Ke padang ilalang? Untuk apa?"

Alyssa mengangkat bahu. "Aku hanya ingin kesana."

Aisyah menatap Alyssa sejenak. Ia kemudian mengangguk, menyanggupi permintaan sahabatnya itu.

Sepulang kuliah, mereka berdua segera melesat ke padang ilalang menggunakan monil Aisyah. Alyssa turun dari mobil dengan semangat penuh begitu Aisyah telah memarkirkan mobilnya.

"Subhanallah...Indah ya?" kata Alyssa tersenyum.

Aisyah hanya mengangguk. Mereka berdua lalu terdiam, menikmati keindahan langit sore kala itu.

"Ukhti..." panggil Alyssa.

Aisyah menoleh. Ia terkejut melihat wajah Alyssa yang memucat. "Eh, Sa, kamu gak papa? Wajahmu pucat."

Alyssa menggeleng lemah. "Aku gak papa. Ukhti, aku tau ukhti orang yang kuat. Ukhti pasti bisa terus istiqomah di jalan-Nya.."

Aisyah terdiam. Ia tidak tau mengapa Alyssa harus berkata seperti itu sekarang. Kini titik-titik air mulai berjatuhan. Alyssa menengadahkan tangannya, merasakan dinginnya air hujan.

"Gerimis..." ucapnya lemah. Tiba-tiba darah segar mengalir dari hidung Alyssa. Aisyah segera menangkap tubuh Alyssa yang telah oleng. Ia belum bisa mengatasi rasa keterkejutannya saat ia membopong tubuh Alyssa masuk ke dalam mobil. Ia segera membawa Alyssa ke rumah sakit.

Di rumah sakit itulah, ia mengetahui suatu kebenaran yang selama ini ditutupi oleh Alyssa. Ibunya mengatakan bahwa mengatakan bahwa Alyssa mengidap penyakit kanker hati sejak kecil.

Aisyah tidak bisa lagi membendung air matanya mendengar penuturan ibu Alyssa. Seharian itu ia terus menangis. Ribuan doa terucap dalam hatinya, meminta kesembuhan dan kesehatan untuk Alyssa dari Yang Maha Kuasa.

Tapi ternyata Allah SWT punya rencana lain untuk Alyssa yang bertolak belakang dengan harapan Aisyah.

***

Setahun sudah sejak kepergian Alyssa. Aisyah masih saja memegang kertas yang diberikan ibynya Alyssa yang ditemukan berada dalam genggaman Alyssa.

Aisyah menghela nafas berat. Rasa sesak tiba-tiba saja memenuhi sostem pernafasannya. Tidak, ia tidak akan menangis lagi. Ia sudah lelah untuk menangis.

Tes….

Setitik air jatuh di atas kerudung Aisyah. Ia mendongak menatap langit. Ia menengadahkan tangannya, menahan titik-titik air itu dalam genggamannya. Gerimis. Aisyah ingat, Alyssa juga dulu meninggalkannya disini. Sendirian. Di tengah gerimis.